Prabu
Danaraja, Raja Negeri Lokapala, merindukan Dewi Sukesi. Mengetahui perasaan
anaknya, Begawan Wisrawa pun ingin mewujudkan keinginan anaknya. Ia menemui
Sumali, Raja Alengka sekaligus sahabatnya, untuk mengutarakan niat anaknya.
Wisrawa pun tahu bahwa Dewi Sukesi menghendaki suami yang mampu mengupas Sastra
Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu. Walaupun merasa berat, Wisrawa pun
bersedia melakukannya. Akan tetapi, ketika Dewi Sukesi dan Wisrawa hampir
menghayati Sastra Jendra, Batara Guru dan Dewi Uma menggagalkan usaha
mereka sehingga Sukesi pun mengandung anak Wisrawa. Setelah mengetahui
pengkhianatan ayahnya, Danareja mengusir Dewi Sukesi dan Wisrawa dari Kerajaan
Lokapala. Di tengah hutan, Dewi Sukesi melahirkan darah,
telinga, dan kuku manusia. Darah tumbuh menjadi manusia bermuka sepuluh
yang diberi nama Rahwana, telinga tumbuh menjadi raksasa sebesar Gunung Anakan
yang diberi nama Kumbakarna, dan kuku tumbuh menjadi raksasa wanita tidak sedap
baunya yang diberi nama Sarpanaka. Anak-anak tersebut merupakan wujud dosa-dosa
mereka. Kemudian, mereka pun kembali ke Alengka dan melahirkan seorang manusia
sempurna yang lahir dari cinta sejati keduanya. Anak tersebut diberi nama Gunawan
Wibisana.
Di suatu
tempat, Resi Gotama mengutuk Dewi Windrada, istrinya, karena ia diam saja
ketika ditanya asal usul Cupu Manik Astagima yang diperebutkan oleh
anak-anaknya. Setelah dikutuk menjadi batu tugu, batu tugu tersebut kemudian
dilemparkan Gotama hingga jatuh di Alengka, sedangkan Cupu Manik Astagima
dilemparkannya ke udara. Tutup cupu jatuh di Ayodya menjadi Telaga Nirmala,
sedangkan cupu yang berisi air kehidupan jatuh di tengah hutan menjadi Telaga
Sumala. Ketiga anaknya, yaitu Guwarsa, Guwarsi, dan Anjani mengejar cupu
tersebut ke Telaga Sumala sehingga ketiganya berubah wujud menjadi kera.
Guwarsa dan Guwarsi berubah nama menjadi Sugriwa dan Subali. Kemudian,
ketiganya bertapa berat untuk membersihkan dosanya. Betara Guru pun tergerak
oleh tapa berat Anjani, ia mengabulkan tapanya. Anjani pun melahirkan seekor
kera putih yang diberi nama Anoman. Setelah selesai tapa, Subali bertemu kembali dengan Sugriwa. Mereka mendapat tugas untuk
membunuh Maesasura dengan Dewi Tara sebagai imbalannya. Subali yang memiliki Aji
Pancasona, ilmu yang membuatnya hidup kembali setelah menyentuh
bumi, masuk ke gua Kiskenda untuk membunuh Maesasura, sedangkan Sugriwa
menunggu di depan gua. Sesuai dengan kesepakatan mereka, Sugriwa menutup pintu
gua setelah melihat darah putih dan darah merah mengalir karena mengira darah
putih itu menandakan kematian Subali. Subali yang masih hidup mengira Sugriwa
mengkhianatinya karena menginginkan Dewi Tara. Dengan marahnya, ia pun merebut
Dewi Tara dan mengusir Sugriwa dari Kiskenda.
Alkisah Raja
Dasarata, Raja Ayodya, melakukan upacara persembahan agar memiliki keturunan.
Kemudian, Dewi Sukasalya melahirkan titisan Wisnu yang diberi nama Ramawijaya,
Dewi Kekeyi melahirkan anak yang diberi nama Barata, dan Dewi Sumitra
melahirkan anak kembar yang diberi nama Laksmana dan Satrugna. Begawan
Yogiswara mengajak Rama membunuh raksasa pengacau, Katakalya. Laksmana dan Rama
pun berhasil membunuhnya sehingga Kala Marica dendam kepada keduanya. Begawan
Yogiswara pun menyuruh Rama mengikuti sayembara mendapatkan Dewi Sinta di
Mantili. Rama pun berhasil memenangkan sayembara tersebut .
Raja
Dasarata kemudian berniat mengangkat Rama menjadi Raja Ayodya. Hal ini disambut
gembira oleh semua orang di Ayodya, kecuali Kekayi. Dewi Kekayi datang menagih
sumpah Dasarata untuk mengabulkan permintaannya. Ia pun meminta agar Barata
diangkat menjadi raja dan Rama diasingkan ke hutan selama tiga belas tahun.
Raja Dasarata sangat bingung untuk memilih antara rasa sayangnya terhadap Rama
dan janjinya terhadap Kekayi. Rama kemudian pergi ke hutan diikuti Dewi Sinta
dan Laksmana untuk menepati janji ayahnya. Karena kesedihannya, Raja Dasarata
pun meninggal dunia. Barata yang mengetahui niat jahat ibunya segera menyusul
Rama ke hutan untuk membujuknya kembali, tetapi ia tidak berhasil. Barata pun
memutuskan untuk memerintah Ayodya sebagai perwakilan Rama hingga Rama kembali
ke Ayodya.
Di hutan,
mereka bertemu Sarpanaka yang tergoda terhadap Rama dan Laksmana. Akan tetapi,
karena sakit hati ditolak keduanya, Sarpanaka mengadu pada suaminya untuk
membalaskan dendamnya. Akan tetapi, kesaktian kedua suami dan tentaranya tidak
sebanding dengan kesaktian Rama dan Laksmana sehingga semua raksasa tersebut
mati. Sarpanaka pun kemudian datang ke Alengka mengadu pada Rahwana. Ia
menceritakan dendamnya dan kecantikan Sinta untuk menarik hati Rahwana. Sinta
yang melihat kijang kencana jadi-jadian Kala Marica meminta Rama
mengambilkannya. Setelah kepergian Rama mengejar Kijang kencana, Laksmana dan
Sinta mendengar suara Rama menjeri minta tolong sehingga Sinta mendesak
Laksmana untuk menolongnya. Setelah Sinta sendirian, Rahwana pun leluasa
menculik Sinta.
Rama dan
Laksmana kemudian berniat untuk merebut Dewi Sinta dari tangan Rahwana. Dari
Jatayu, mereka pun tahu harus menyusul Rahwana ke Alengka. Setelah bertemu
Sugriwa, Rama pun membantu Sugriwa untuk merebut Dewi Tara dari tangan Subali.
Rama memanah Subali hingga tewas. Setelah sekian lama, Sugriwa dan pasukannya
muncul menemui Rama untuk menemukan Alengka. Di tengah pertemuan, datanglah
Anoman yang mengaku sebagai anak Retna Anjani, adik Sugriwa. Rama pun mengutus
Anoman untuk menemukan Alengka. Ia memberikan cincin yang akan bersinar jika
Sinta masih suci.
Rahwana yang
bingung menghadapi kekeraskepalaan Sinta diingatkan Wibisana untuk berhenti
merebut kekasih orang lain, tetapi Rahwana justru marah. Ia memukulkan gadanya
ke tubuh Wibisana. Wilkataksini pun membuang tubuh Wibisana ke samudra.
Kumbakarna yang mengetahui hal itu menjadi marah terhadap Rahwana. Kumbakarna
mengamuk dan ia pun berkelahi dengan Rahwana, tetapi dilerai oleh paman mereka,
Prahasta. Rahwana datang ke Taman Argasoka menemui Dewi Sinta yang ditemani
Dewi Trijata. Ia memaksa Dewi Sinta melayaninya, tetapi Dewi Sinta mengancam
untuk bunuh diri jika Rahwana mencoba menjamahnya.
Anoman pun
berhasil menemui Dewi Sinta dan menyerahkan cincin dari Rama kepadanya. Sinta
pun menangis mendengar pesan Rama yang meragukan kesuciannya. Sinta kemudian
menitipkan kalung bermata api yang apinya akan padam di tangan Rama jika Rama
sudah tidak mencintanya. Anoman pun merusak Taman Argasoka sehingga Anoman pun
ditangkap dan dibakar hidup-hidup. Akan tetapi, Anoman dapat melepaskan
diri dari kepungan api, ia pun lalu menyulut rumah-rumah dan istana di Alengka
kemudian pergi menuju Maliawan. Di jalan, ia bertemu dengan Wibisana yang
ternyata belum mati itu. Anoman pun menemui Rama dan menyampaikan pesan Dewi
Sinta. Rama sangat menyesal dengan tindakannya.
Rama,
Sugriwa, Anoman, Wibisana, dan pasukan kera pun kemudian bahu membahu membuat
tambak menuju pantai Alengka. Kemudian, pasukan Rama dan Rahwana pun terlibat
pertempuran yang sengit. Rahwana dengan liciknya mecoba meyakinkan Sinta bahwa
Rama dan Laksmana telah mati, tetapi Sinta tetap tidak mau melayani Rahwana.
Setelah raksasa-raksasa andalan Alengka mati di tangan pasukan Rama, Rahwana
pun semakin geram. Ia datang ke Taman Argasoka, Trijata dengan cerdiknya
mengatakan bahwa Dewi Sinta mau melayaninya jika ia sendiri yang membawa kepala
Laksmana dan Rama.
Rahwana pun
segera pergi ke medan tempur. Ia menyuruh makhluk halusnya mengobrak-abrik
pasukan kera. Matahari meredup, sementara Dewi Windradi, Retna Anjani, dan para
bidadari surga memencarkan cahaya yang menerangi pandangan para kera sekaligus
menggelapkan pandangan para raksasa. Setelah matahari kembali bersinar, Rahwana
terkejut melihat kebinasaan para raksasa. Rahwana tidak gentar, ia berteriak
bahwa Sinta sendiri yang menghendaki kematian Laksmana dan Rama. Hati Rama pun
diliputi keraguan terhadap Sinta, tetapi ia tetap menarik panah Guwawijaya dan
mengarahkannya pada Rahwana. Setelah panah itu mengenai leher Rahwana, Anoman
dan kelima saudara kandungnya menjatuhkan Gunung Suwela. Rahwana pun menjerit
menyayat di bawah Gunung Suwela. Selama-lamaya ia takkan mati dalam hidupnya
yang tersiksa.
Setelah
kemenangannya, Rama pun berhasil menemui Sinta yang tampak semakin indah dalam
pandangannya. Rama merasa iri dengan ketabahannya, ia malu membayangkan
penderitaan Sinta. Bagi Rama, ketabahan Sinta melebihi kebesarannya. Apalagi
saat ia mengingat kata-kata Rahwana, semakin irilah hatinya. Ia pun meminta
Sinta membuktikan kesuciannya dengan terjun ke dalam lautan api. Setelah
orang-orang terdekatnya mengingatkan Rama, ia pun sadar dan ingin menarik
kembali kata-katanya. Akan tetapi, Sinta telanjur menyanggupi permintaan Rama.
Sinta pun terjun ke dalam lautan api.
Sumber:
Shindunata. 1983. Anak Bajang Menggiring Angin. Jakarta:
Gramedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar