Selasa, 29 Desember 2015

Asal Usul Desa Masin




RADEN BAGUS RINANGKU DAN RADEN AYU DEWI NAWANGSIH”

Sunan Muria ( Raden Umar Said ) adalah salah satu tokoh terkenal sebagai penyebar agama Islam di Jawa dan salah satu anggota Walisanga yang menyebarkan agama Islam didaerah Kudus tepatnya di Desa Colo Kecamatan Dawe dan Colo juga dikenal dengan Lereng Gunung Muria. Dalam menyebarkan ajaran agama islam, Sunan Muria mendirikan padepokan (pesantren) yang mengambil markas di salah satu pegunungan Muria di desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus sekaligus tempat tinggalnya. Sunan Muria memiliki seorang putri yang bernama Raden Ayu Dewi Nawangsih. Sunan Muria mulai khawatir akan putri kesayangannya yang semakin hari semakin dewasa akan memberikan daya tarik kepada para santrinya yang mayoritas laki-laki.
 Sebagai tokoh yang cukup memiliki pengetahuan terhadap ajaran agama Islam. Sunan Muria memiliki banyak murid yang datang berguru dari segala penjuru. Dari sekian banyak ada salah seorang muridnya yang bernama Rinangku (Raden Bagus Rinangku) dan Cebolek yaitu murid yang memiliki kepandaian di pesantren tersebut. Raden Bagus Rinangku adalah putra dari Ki Pandanaran yang berkuasa disemarang. Sedangkan Cebolek adalah murid yang berasal dari Pati. Dipanggil dengan sebutan Cebolek karena tubuhnya cebol (pendek) dan elek karena penampilannya tidak tampan.
Suatu hari, Sunan Muria menyebut nama Cebolek sebagai calon suami Dewi Nawangsih. Akan tetapi Nawangsih merasa sedih karena ia tidak mencintainya. Secara diam-diam Cebolek menaruh hati kepada Dewi Nawangsih. Walaupun sudah cukup lama Cebolek mencari jalan yang terbaik untuk berhubungan dengan Nawangsih, belum juga berhasil karena Nawangsih selalu menghindari kemungkinan bertemu dengan santri itu.
Rinangku yang memiliki ketampanan dan kepandaian menjadi daya tarik tersendiri dan membuat seorang putri Sunan Muria yang bernama Nawangsih (Raden Ayu Dewi Nawangsih) jatuh hati dan mendapat sambutan dari Rinangku. Cebolek merasa tersisih melihat hal tersebut, akibatnya muncul rasa iri dengki dari libuk hatinya dan akhirnya berkembang niat untuk mencelakakan Rinangku.
Keduanya telah menjadi pasangan yang sedang jatuh cinta. Mengetahui gelagat ini, Sunan Muria mulai khawatir dengan hal-hal yang tidak diinginkannya. Namun untuk melarang begitu saja hubungan kedua insan ini, hanya akan menurunkan kewibawaan Sunan Muria yang terkenal dengan seorang yang alim dan bijaksana. Maka dicarilah cara agar dapat menjauhkan hubungan mereka  dengan cara yang lebih dapat diterima masyarakat.
Kebetulan, waktu itu muncul kerusuhan dari ulah para perampok di sebelah barat Gunung Muria. Banyak penduduk desa yang mengungsi ke pesantren sehingga Sunan Muria memerintahkan santri-santrinya untuk menumpas kaum perampok. Pada saat itulah Cebolek merasa mendapatkan kesempatan yang tepat untuk menjatuhkan wibawa Rinangku. Sunan Muria pun setuju dengan permintaan Cebolek. Sebenarnya, Cebolek menginginkan tewasnya Rinangku di tangan para perampok. Akan tetapi, tidak lama kemudian Rinangku kembali membawa kemenangan. Bahkan, sanggup mengajak beberapa orang perampok untuk bertobat dan berguru kepada Sunan Muria. Keberhasilan itu semakin membesarkan simpati Nawangsih terhadap Rinangku.
Cebolek yang merasa semakin tersisih lantas menyebar fitnah. Kepada para santri dikabarkan bahwa Rinangku pernah secara sembunyi-sembunyi memasuki kamar Nawangsih sehingga perlu dijebak agar tertangkap basah. Tindakan seperti itu jelas melanggar adat kesopanan dan akan merusak wibawa kaum santri. Kabar itu akhirnya terdengar juga oleh Sunan Muria, namun disaring-saring kebenarannya. Meskipun demikian, teguran amarah telah dicurahkannya kepada Nawangsih dengan santun membantahnya. Suatu saat Sunan Muria memanggil Rinangku sendirian. Namun Sunan Muria gagal mendapatkan pengakuan dari Rinangku.
Musim tanam padi pun sedang berlangsung dan menjelang panen. Areal persawahan milik pesantren Sunan Muria sangat luas dan menjangkau sampai ke desa yang lain yakni Dusun Masin (Desa Kandangmas Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus). Dari kondisi ini, Sunan Muria memiliki ide untuk dapat menjauhkan hubungan asmara antara putrinya dengan Rinangku yang semakin hari semakin terlihat sangat dekat. Dikirimlah Rinangku ke dusun Masin untuk mengemban tugas menjaga tanaman padi di persawahan agar tidak diserang hama atau burung pemakan padi sehingga diharapkan hasil panen akan melimpah. Dan Rinangku dilarang kembali sebelum Sunan Muria memanggilnya. Jarak antara desa Colo dan Masin cukup jauh dan hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki. Berangkatlah Rinangku ke dusun Masin untuk menjalankan tugas yang diembankan oleh gurunya, yang artinya dia harus berpisah dengan pujaan hatinya dalam jangka waktu yang tidak ditentukan karena Rinangku harus bertempat tinggal di dusun Masin. Dari hari ke hari, Dewi Nawangsih yang dilanda mabuk cinta oleh kekasihnya tidak kuasa menahan rindu yang kian hari semakin dirasakan. Dengan kenekatannya, Dewi Nawangsih kabur bersama para dayang-dayangnya, dari tempat tinggalnya dia berniat menyusul pujaan hatinya.
Kepergian Nawangsih dari rumah selama berhari-hari yang belum juga pulang, membuat ayahnya (Sunan Muria) menjadi murka. Sunan Muria curiga kepergian Nawangsih untuk menemui Rinangku yang memang dicintai putrinya. Diutuslah beberapa santri bersama Cebolek pergi ke dusun Masin untuk menyelidiki apakah Dewi Nawangsih benar ada disana. Dugaan Sunan Muria sangat benar, beberapa murid yang mendatangi lokasi persawahan menjumpai kedua insan yang sedang mabuk kepayang sedang bermesraan melepas kerinduan di gubug, hingga tidak menghiraukan burung-burung  memakan buah padi. Salah seorang dari murid utusan tersebut bersama Cebolek balik ke pesantren untuk melaporkan kejadian yang telah dilihatnya. Beberapa murid tetap tinggal dan menegur Rinangku. Terjadilah dialog antara Rinangku dengan salah seorang murid.
“Hai Rinangku, mengapa engkau lalai dalam menjalankan tugasmu ?”
Rinangku menjawab, “aku telah menjalankan tugasku sesuai apa yang diperintahkan Kanjeng Sunan kepadaku.”
“Lihatlah apa yang telah engkau perbuat. Biji-biji padi tersebut telah habis dimakan oleh burung-burung tersebut sedangkan engkau malah asyik berduaan.”
“aku telah menjaga burung-burung yang sedang memakan padi tersebut.”
Seketika merah padam muka para murid mendengar kata-kata Rinangku. Saking menahan marahnya mereka hanya diam dengan hati dongkol. Mau balik ke pesantren tetapi tugas yang diberikan gurunya belum mencapai hasil, mau tetap disitu tetapi hatinya marah. Maka beberapa murid masih tetap diam di lokasi sambil menunggu reaksi dari gurunya yaitu Sunan Muria.
  Sementara itu, salah satu murid dan Cebolek yang menyampaikan laporan telah sampai di pesantren. Ditengah ketenangan Sunan Muria tiba-tiba Cibolek datang dengan tergesa-gesa. Cebolek memberi tahu kepada Kanjeng Sunan Muria tujuan ia datang. Ia memberi kabar bahwa putri Kanjeng Sunan dibawa oleh Rinangku keperbukitan dan disana mereka melakukaan hal yang tidak senonoh. Kanjeng Sunan Muria terkejut dan tidak percaya dengan apa yang telah disampaikan oleh Cebolek. Cebolek bersedia untuk dihukum mati jika perkataannya itu tidak terbukti. Kemudian, Kanjeng Sunan Muria bersama Cebolek pergi untuk membuktikan ucapan Cebolek dan melihat apa yang terjadi.
Sunan Muria sangat murka mendengar kelakuan salah seorang muridnya yang bernama Rinangku dan juga putrinya.Sunan Muria bersama Cebolek, menuju lokasi persawahan Masin  untuk melihat sendiri apa yang telah terjadi pada murid dan putrinya itu. Dengan membawa senjata panah untuk mengantisipasi kemungkinan yang terjadi di perjalanan, Sunan Muria dengan muka bergetar menahan marah, sampai di lokasi yang ditunjukkan salah satu muridnya. . Ditengah-tengah kemesraan mereka berdua datanglah Kanjeng Sunan bersama Cebolek dan para muridnya. Kini matanya melihat sendiri apa yang telah terjadi dihadapannya. Rinangku dan Dewi Nawangsih sedang asyik memadu kasih di atas gubug melepaskan semua hasrat kerinduan yang selama ini dipendam. Sedangkan di areal lain murid-muridnya diam mematung tak tahu apa yang harus mereka lakukan. Dengan murka yang tak bisa dibendung lagi, dihunuslah satu anak panah diletakkan di busur siap untuk dibidikkan ke sasaran. Dua insan yang sedang bergelora asmara tak menyadari apa yang tengah terjadi pada dirinya. Hanya teriakan kaget bercampur kesakitan tatkala mereka menyadari sebuah benda tajam menembus badannya. Dua tubuh yang sedang berpelukan itupun tak kuasa menahan laju anak panah yang menembus dada mereka berdua. Mereka kini jatuh dengan badan masih menempel karena tertembus anak panah. Mereka mengerang kesakitan menunggu ajal, dan teriakan kutukan-kutukan pun terjadi. Dikarenakan sudah tak kuasa lagi menahan amarah, Sunan Muria terlambat menyadari bahwa apa yang dilakukan baru saja telah menghabisi nyawa salah satu putrinya. Ia segera berlari menuju kedua jasad untuk memberikan pertolongan. Murid-muridnya yang berada disitu dipanggil agar turut membantu memberikan pertolongan. Namun justru yang didapati adalah situasi dimana para murid tersebut diam terpaku tak bisa berbuat apa-apa karena shock mengalami peristiwa yang tak pernah dilihatnya seumur hidup. Sunan Muria menjadi marah lagi dan mengutuk para muridnya seperti pohon-pohon yang ada disekelilingnya. Seketika itu para murid berubah bentuk menjadi pohon. Para penduduk mendengar kehebohan yang terjadi, maka jasad kedua manusia yang tertusuk anak panah, dimakamkan diarea tersebut hanya satu liang makam dengan posisi masih berpelukan.

Lirik lagu Didi Kempot



 “Yen Ing Tawang Ono Lintang”

Yen ing tawang ana lintang, cah ayu
Aku ngenteni tekamu
Marang mego ing angkoso, nimas
Sun takokke pawartamu

Janji-janji aku eling, cah ayu
Sumedhot rasaning ati
Lintang-lintang ngiwi-iwi, nimas
Tresnaku sundhul wiyati

Dek semono, janjimu disekseni
Mego kaltiko, kairing rasa tresno asih

Yen ing tawang ono lintang, cah ayu
Rungokno tangis ing ati
Binarung swaraning ratri, nimas
Ngenteni mbulan ndadari
Reff:
Janji-janji aku eling, cah ayu
Sumedhot rasaning ati
Lintang-lintang ngiwi-iwi, nimas
Tresnaku sundul wiyati

Dek semono, janjimu disekseni
Mego kartiko, kairing roso tresno asih

Yen ing tawang ono lintang, cah ayu
Rungokno tangis ing ati
Binarung swaraning ratri, nimas
Ngenteni mbulan ndadari

Lirik lagu Didi Kempot



  “Caping Gunung”

Dhek jaman berjuang
Njur kelingan anak lanang
Biyen tak openi
Ning saiki ana ngendi

Jarene wis menang
Keturutan sing digadang
Biyen ninggal janjining
Ning saiki apa lali

Ning gunung
Tak jadongisega jagung
Yen mendung
Tak silihi caping gunung

Sukur bisa nyawang
Gunung desa dadi reja
Dene ora ilang
Gone padha lara lapa